
Departemen Sosiologi Gelar Diskusi Publik Bersama The Indonesian Institute
Padang-- Departemen Sosiologi bersama The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research menggelar Diskusi Publik dengan tema “Mendorong Kebijakan Perlindungan Kebebasan Akademik di Perguruan Tinggi di Indonesia”. Diskusi publik ini adalah bagian dari rangkaian kegiatan diseminasi hasil penelitian Pemetaan Pelanggaran Akademik untuk Mendorong Kebijakan Perlindungan Kebebasan Akademik. Kegiatan ini digelar di Aula lantai 4, Gedung Laboratorium FIS UNP, kamis (28/8).
Hadir sebagai pembicara pada kegiatan ini adalah Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Adinda Tenriangke Muchtar, Dr. Reno Fernandes, S.Pd., M.Pd dosen Departemen Sosiologi dan Widia Kemala Sari, S.Pd., M.Pd selaku perwakilan Serikat Pekerja Kampus (SPK) untuk wilayah Sumatera Barat. Kegiatan yang dimoderatori oleh Evelynd, Dosen Prodi Ilmu Komunikasi ini dihadiri oleh ratusan mahasiswa dari Prodi Ilmu Komunikasi, Antropologi, dan Pendidikan Sosiologi.
The Indonesian Institute (TII) adalah lembaga penelitian kebijakan publik yang independen, nonpartisan, dan nirlaba yang didirikan sejak Oktober 2004. TII menggandeng Departemen Sosiologi untuk melakukan diseminasi hasil penelitian tentang kebebasan akademik di perguruan tinggi, serta membedah tantangan kebebasan akademik, mengevaluasi kebijakan yang ada, dan merumuskan jalan keluar yang konkret dan aplikatif di perguruan tinggi.
Selain menggelar Diskusi Publik, penandatanganan kerja sama terkait Tri Dharma Perguruan Tinggi dan Program Kampus Berdampak antara Departemen Sosiologi dan TII juga dilaksanakan. Dalam hal ini, Dekan FIS UNP, Afriva Khaidir, S.H., M.Hum, MAPA, Ph.D., juga turut hadir. “Kami menyambut baik kegiatan ini. Tentunya, kolaborasi semacam ini perlu dirutinkan, sehingga ada ruang untuk bertemu dengan para praktisi untuk bisa dapat banyak masukan dan menambah pemahaman kita, baik secara keilmuan, maupun pada praktiknya,” ungkap Dekan FIS.
Tujuan dari diskusi ini adalah untuk menganalisis faktor penghambat kebebasan akademik di Indonesia (regulasi, politik, budaya kampus), mengevaluasi peran aktor kunci (pemerintah, perguruan tinggi, dosen, mahasiswa) dalam melindungi kebebasan akademik, serta merumuskan rekomendasi kebijakan untuk memperkuat kebebasan akademik di tingkat nasional dan kampus.
Kebebasan akademik sebagai bagian dari hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi dijamin oleh konstitusi dan regulasi Indonesia, seperti UUD 1945, UU Sistem Pendidikan Nasional, dan UU Pendidikan Tinggi. Namun, dalam praktiknya, kebebasan ini masih menghadapi ancaman serius. “Pola pelanggaran akademik paling besar adalah pada kebebasan ekspresi akademik dan budaya yang mendominasi hingga 52 kasus terkait pelaku dan korban," Jelas Adinda Tenriangke Muchtar dalam pemaparannya.
Dalam kesempatan ini, hasil penelitian TII mendapat ruang untuk dielaborasi dengan beragam data dan realitas di level Sumatera Barat. “Kebebasan akademik bukan hadiah, tapi hak konstitusional yang dijamin UUD & UU,” tegas Reno Fernandes di sela-sela diskusi. Menyambung hal tersebut, Widia Kemala Sari memantik diskusi dengan memaparkan persoalan-persoalan akademik, mulai dari permasalahan yang dihadapi mahasiswa hingga dosen. “Apakah dosen, peneliti, dan mahasiswa kita benar-benar bisa menyampaikan ide, hasil riset, dan kritik ilmiah tanpa rasa takut?,” tutupnya. (Press Release-Prodi Ilkom)
#beritaunp #sdgs #sdgs4 #qualityeducation sdgs16 #PeaceJusticeandStrongInstitutions #fisunp #kampusberdampak #unpkampusberdampak #diktisaintekberdampak #humasunp